Rasanya ke Toraja itu belum sah jika belum mampir ke Pasar Kerbau di Pasar Bolu. Bagi saya, Pasar Kerbau ini menjadi daya tarik tersendiri. Saat menginjakkan kaki pertama di pasar ini, saya disuguhi pemandangan banyak sekali kerbau; ada yang masih di dalam truk, siap untuk dijual, ada yang sedang dimandikan, dan ada pula yang sedang diberi makan. Rata-rata, semua kerbau ini dijaga oleh pemiliknya.
Tedong atau kerbau, merupakan ternak yang spesial dan berharga di Toraja. Kerbau merupakan elemen ritual utama dalam upacara pemakaman seseorang dan bisa dikaitkan dengan status seseoang atau sebuah keluarga karena harganya yang fantastis. Tidak heran jika Pasar Bolu memiliki pasar khusus untuk menjual kerbau saja.
Awalnya, pasar dibuka sekali dalam enam hari dengan pusat penjualan utama kerbau dan babi. Saat ini, pasarnya ramai di dua hari yaitu Selasa dan Sabtu.
Ada satu pemandangan yang menarik yaitu kerbau-kerbau yang diperjualbelikan, hidungnya diberi tali dan ditarik ke atas hingga posisi kepala selalu mendongak ke atas. Hal ini dilakukan konon agar leher kerbau kuat dan tidak menunduk.
Bentuk badan kerbau di Toraja memang berbeda dengan kerbau di Jawa. Di Toraja bentuknya lebih gempal, gagah, dan besar. Harga jual kerbau tergantung dari tanduknya. Ada yang panjang (Tedong Ballian), mangarah ke bawah (Tedong Sokko), dan ada yang mengarah ke atas dan bawah (Tedong Tekken Langi’). Selain itu harganya juga ditentukan dari motif dan warna bulu.
Selain Kerbau, ritual adat di Toraja juga biasanya menggunakan babi. Oleh karena itu, di pasar ini, terdapat area yang berbeda untuk menampilkan babi. Tepatnya ada petak kandang untuk dihuni beberapa babi, dan ada area dimana babi sudah benar siap dijual yaitu dengan posisi ditidurkan dan diikat pada bambu.
Jenis babi yang dijual juga bermacam-macam: ada yang warna badannya hitam, ada pula yang pinkish dengan motif totol-totol, kemudian ada yang tanpa motif. Tentunya, di area ini aroma dan suara khas Babi terdengar meriah.
Sungguh pemandangan yang tidak biasa dari sebuah pasar tradisional. Di sini saya juga bias melihat ada sekelompok laki-laki tua dan muda memeluk ayam jagoannya masing-masing. pun ada yang mengepit ayamnya. Itu adalah suasana sabung ayam yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Toraja
Di sisi pasar lainnya ada kedai berjajar menjual makanan seperti warteg di Jawa. Ada kedai yang memasang daun semacam daun palem di tiangnya. Apa artinya? Ini adalah sebuah tanda kalau mereka menjual masakan daging RW (daging anjing).
Berjalan ke dalam pasar, saya dikenalkan dengan Nek Marsha, seorang kakek mantan penderita Kusta yang membuat caping dari anyaman bambu. Karyanya sangat rapi dan elegan. Saya yakin jika dijual di butik butik Jakarta, harganya bisa berkali kali lipat.
Di area kerajinan tangan ini, banyak penjahit berjajar sibuk dengan mesin jahitnya dan rata-rata semuanya perempuan. Mereka sangat ramah bila kita menyapa mereka. Jika teman-teman ingin memberi kerajinan tangan dari anyaman bambu, di sinilah tempatnya. Jangan kalap mata ya, karena keranjang, tampah, dan hasil anyaman bambunya sangat rapi dan memikat mata.
Pemadangan unik lainnya yang saya temukan di kios penjual sayuran, adalah cabai katokkon dan kluwak khas Toraja atau yang biasa disebut Pamarrasan. Cabai Katokkon merupakan cabai sejenis Habanero. Bentuknya imut, besarnya hanya sekitar 5 cm.
Ada yang masih berwarna hijau, kuning, oranye, dan merah segar. Walaupun warnanya memikat mata tetapi pedasnya menampar lidah. Sambal katokkon hampir selalu ada di setiap sajian. Ini menandakan kalau ternyata orang Toraja gemar makan pedas! Mungkin karena faktor cuaca yang lumayan sejuk dan rasa pedas membuat hangat tubuh. Ya, kan?
Untuk pamarrasan, teman-teman bias menemukan yang bentuknya bubuk dan ada pula yang dibentuk bola-bola padat. Ini agak berbeda dengan Kluwak yang dijual di Jawa dan di pulau lainnya, Kluwak di sini dijual dalam bentuk masih di dalam cangkangnya. Unik ya?
Ternyata semua bagian buah Kluwak dijual di pasar ini, bahkan bagian kulit luar yang keras dengan tekstur beralur dan kulit tipis pada biji. Jadi teringat masakan khas Manado yang menggunakan daun kluwak, pangi yang dirajang tipis. Ah nikmatnya!
Bila ke Toraja, jangan lupa untuk mampir ke Pasar Bolu ya. Nantikan tulisan saya ke pasar lainnya, ya!