Beberapa waktu lalu saya bersama Clara Magazine berbagi cerita di event DBS Appreciation Night mengenai kejayaan perdagangan jaman Kerajaan Sriwijaya, kekayaan alam dan rempah-rempahnya dan kuliner Palembang. Acara ini dipandu oleh Nadia Mulya dan Becky Tumewu.
DBS Appreciation night ini diselenggarakan di Presidential Suite Hotel The Dharmawangsa selama dua malam, yaitu tanggal 16 dan 17 Januari 2018. Penasaran kan dengan hidangan yang disiapkan oleh Executive Chef Felix Budisetiawan? Hidangan khas Palembang yang dihidangkan tentunya sudah dikurasi dahulu dari sisi rasa dan tampilan.
Kali ini, saya juga akan berbagi kepada teman-teman soal materi presentasi saya tentang kuliner Sriwijaya tersebut.
Sriwijaya yang dalam bahasa sansekerta berarti Sri: Bercahaya, Wijaya Kemenangan, memiliki kuliner yang kaya. Sesuai dengan namanya, Sriwijaya mencerminkan kemegahan kerajaan maritim, simbol kebesaran awal Sumatera.
Letak geografis yang strategis, menjadikan kerajaan Sriwijaya fokus menjadi negara maritim sejak abad 7-13 M
Pada tahun 671 M Pedagang Cina I Tsing merupakan orang pertama yang membuat catatan tentang kerajaan Sriwijaya. Ia menceritakan pelayarannya dari Kanton ke Palembang, tempat pemerintahan kerajaan sriwijaya waktu itu.
Saat itu, Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kayu gaharu, kemenyan hitam, kapur barus, kapulaga, cengkeh, pala, gading, timah, dan emas yang membuat raja Sriwijaya sangat kaya. Kerajaan Sriwijaya pun menjadi penimbun rempah-rempah dari seluruh wilayah nusantara sebelum dilayarkan ke berbagai penjuru dunia.
Selain pedagang dari Cina yang datang, pedagang India pun turut berlayar sampai ke kerajaan Sriwijaya. Saat itu jalur perdagangan sangat sibuk melalui laut antar samudera dan benua. Para pedagang tersebut dapat menyusuri Sungai Musi mulai hilir dan hulu sampai ke ke anak sungai Musi, kemudian masuk ke pedalaman dan bertransaksi.
Saat itu, Palembang menjadi ibukota kerajaan Sriwijaya dan menjadi pelabuhan transit kapal-kapal asing masupun lokal. Bisa dibayangkan betapa makmurnya kerajaan Sriwijaya saat itu karena pemasukan dari pajak yang dibayarkan dari perdagangan dunia. Setiap kapal yang masuk keluar wilayah diharuskan membayar 20.000 dinar
Sriwijaya, sebagai pusat perdagangan, menjadi tempat bertemunya semua kebudayaan. Makanan, merupakan bagian dari budaya. Makanan merupakan warisan budaya. Di balik sepiring hidangan, ada cerita dan terekam jejak perdagangan, perpindahan manusia, dan juga peperangan. Posisi nusantara yang berada dinjalur perdagangan dunia membuat khazanah kuliner nusantara kita dipengaruhi kebudayaan asing seperti China, Arab, India, Eropa. Khususnya Palembang, kulinernya banyak mendapat pengaruh dari Cina, Arab dan India seperti Tekwan, Pempek, nasi minyak, dan martabak.
Lantas apa saja yang jadi menu private dinner tersebut? Berikut adalah hidangan dan sedikit penjelasannya:
APPETIZER:
Burgo
Tampilannya sepintas mirip kwetiaw. Burgo dibuat dari tepung beras dan sagu yang kemudian diguliung dan diiris. Burgo ini menggunakan kuah gurih dari santan dengan bumbu kunyit, ketumbar, lengkuas, kencur, dan bawang putih. Sebagai pelengkap, memakai taburan daging ikan yang disuwir.
MAIN COURSE:
Udang Galah saus Tempoyak
Tempoyak merupakan makanan fermentasi dengan bahan dasar durian, khas Sumatera (Lampung, Riau, Palembang) dan Kalimantan. Unik ya? Tempoyak dibuat dari daging buah durian masak yang ditambahkan garam, lalu dimasukkan dalam wadah tertutup, dinfermentasi selama 3-6 hari untuk menghasilkan rasa asam dan aroma yang khas.
Berdasarkan sejarah, Tempoyak merupakan makanan khas rumpun bangsa yang ada di Makaysia dan Indonesia yaitu Palembang, Jambi, Lampung, dan Kalimantan
Malbi
Malbi merupakan hidangan yang mirip seperti semur daging. Rasa makanan khas Palembang, Sumatera Selatan ini kaya akan beragam bumbu dan rempah membuat kuliner Palembang yang satu ini begitu nikmat disantap dengan nasi putih hangat.
Nasi Minyak
Nasi minyak yang kaya rempah, merupakan makanan asimilasi dari pendatang Arab dan melayu Palembang. Nasi minyak merupakan sajian istimewa kerajaan, hanya disajikan kepada lingkungan keluarga kesultanan.
Dahulu, nasi minyak tidak disantap setiap hari, biasanya disantap Sultan Palembang setiap hari Jumat selepas ibadah sholat Jumat dan jga disajikan untuk tamu tamu agung. Rempah-rempah yang dipakai adalah kayu manis, bunga lawang, jinten, pala, kapulaga, ketumbar, bunga pala, kayu mesoyi, cengkeh dan adas.
DESSERT:
Kue Maksubah
Kue tradisional khas Palembang ini terbuat dari telur bebek dan susu kental manis. Untuk sebuah Kue Maksubah, biasanya digunakan 28 butir telur. Kue ini disajikan sebagai salah satu royal dish untuk tamu kehormatan di Palembang.
Kue Delapan Jam
Sama seperti namanya, kue ini membutuhkan delapan jam proses pembuatan. Lamanya proses ini membuat Kue Delapan Jam menjadi kue paling bergengsi di tengah acara-acara formal.
Es Krim Gulo Puan
Pernah dengar Gulo Puan? Gulo dalam bahasa Palembang artinya Gula, sedangkan Puan artinya Susu. Gulo Puan ini adalah olahan gula yang dipanaskan bersama susu kerbau, menjadi karamel kering. Rasanya manis, teksturnya lembut dan berpasir. Konon, Gulo Puan yang istimewa ini dulunya hanya dikonsumsi oleh para Sultan, mungkin karena pembuatannya yang memakan waktu lama dan harganya mahal.
Bagaimana? Jadi kebayang, kan rasanya? Kuliner khas Palembang ini memang punya ciri khas rasa yang spesial, karena menggunakan banyak rempah-rempah. Bila ada kesempatan, jangan lupa untuk mencicipi aneka hidangan khas Palembang di atas ya!