Berjalan ke daerah pecinan di Semarang, yaitu ke Gang Lombok, anda akan disambut dengan Bangunan Antik Klenteng yang bernama Tay Kak Sie.
Bangunan klenteng ini sangat cantik dengan ornamen-ornamen khas Cina dan dengan dominasi warna merah dan kuning, juga lampion-lampion merah yang terpasang. Demikian pula dengan atap nya penuh dengan hiasan ornamen Naga. Sungguh antik!
Klenteng yang kurang lebih didirikan pada tahun 1746 ini pada awalnya hanya untuk memuja Yang Mulia Dewi Welas Asih, Kwan Sie Im Po Sat. Klenteng ini kemudian berkembang menjadi klenteng besar yang juga memuja berbagai Dewa-Dewi Tao.
Nama Tay Kak Sie tertulis pada papan nama besar di pintu masuk Kelenteng, dengan catatan tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang (Too Kong dalam bahasa Hokkian) 1821 – 1850 dari Dinasti Qing (Cing dalam bahasa Hokkian) adalah nama yang berarti “Kuil Kesadaran Agung”.
Klenteng Tay Kak Sie mempunyai dewata tuan rumah yaitu Guan Yin Pu Sa (Kwan Iem Po Sat). Selain itu, Klenteng Tay Kak Sie merupakan klenteng terbesar (dalam arti banyaknya dewata) di kota Semarang. Dewa-Dewi yang dipuja di kelenteng ini antara lain:
1. Sam Koan Tay Te , 2. Kwan Im Po Sat, 3. Sam Po Hud (Sakia Mo Ni Hud,O Mi To Hud, Yo Su Hud), 4. Thian Siang Seng Boo / Tian Shang Sheng Mu, 5. Sam Po Tay Jin (Sam Po Kong), 6. Cap Pwee Lo Han, 7. Po Seng Tay Te, 8. Seng Hong Lo Ya, 9. Kong Tik Cun Ong, 10. Te Cong Po Sat
Di dalam bagian klenteng terdapat patung seorang pria tua yang sedang memancing di dalam kolam teratai. Menurut sumber, pria itu dilambangkan sebagai seorang Jenderal dari Cina yang memiliki ilmu kesaktian yang hebat, sehinga pada saat memancing tidak membutuhkan umpan atau kail tapi hanya memakai seutas benang.
sebenarnya klenteng ini merupakan rumah peribadatan bagi umat Tridharma, yaitu Kong Hu Cu, Buddha dan Taoisme sehingga penggunaan hio menjadi sangat dominan karena ketiga agama tersebut memang menggunakan sarana hio untuk beribadah.
Pada saat saya datang, seorang pendeta wanita memakai gaun putih panjang tampak tengah melakukan sebuah ritual. Wanita itu menabuh bebunyian sambil membacakan doa dan memandu pengunjung atau peziarah yang datang untuk sembahyang.
Menurut salah seorang pengurus klenteng, masa ramai klenteng adalah setiap tanggal 1 ( Che It ) dan 15 ( Cap Go ) , dibulan 1 ( Cia Gwee ) pada perayaan imlek, serta saat perayaan kedatangan Cheng Ho yang diperingati pada bulan 6 tanggal 29 atau 30 kalender Imlek.
Sebenarnya, klenteng Tay Kak Sie pada awalnya adalah klenteng ‘pindahan’ dari klenteng Kwan Im Ting di daerah Gang Belakang. Kalau dibandingkan, klenteng Tay Kak Sie memang tidak sebesar dan semegah klenteng Sam Poo Kong. Usia keduanya juga terpaut jauh, tetapi bentuk klenteng tsb tetap dipertahankan seperti aslinya sejak selesai dibangun tahun 1772 hingga sekarang. Begitu pun dengan perlengkapan klenteng yang kebanyakan didatangkan langsung dari negeri Tiongkok. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan klenteng berasal dari sumbangan masyarakat Tionghoa. Menurut Pengurus Klenteng, klenteng tsb telah beberapa kali direnovasi untuk memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan mempercantik bagian-bagian lainnya. Pada tahun 1845, dengan dana yang dikumpulkan dari sumbangan masyarakat, dilakukan pemugaran Tay Kak Sie sekaligus mendirikan Kong Tik Su (rumah abu) di samping klenteng, bangunan ini sebenarnya juga sudah dapat dikatakan sebagai situs budaya, tetapi dana untuk memelihara klenteng biasanya didapat dari sumbangan para donatur Tionghoa dan hasil penjualan alat-alat ibadah yang dijual oleh pengurus klenteng.
Di depan klenteng ini terdapat replika kapal laksamana Cheng Ho yang bersebelahan dengan Klenteng Kong Tik Soe.
Tempat ini wajib untuk dikunjungi jika anda berjalan-jalan di Semarang