Beberapa waktu lalu saya pergi ke Solo, mengunjungi Museum Atsiri bersama teman-teman. Tentunya walaupun singkat, saya bersama beberapa teman sempat berjalan-jalan dan mencicipi beberapa kuliner daerah tersebut.
Solo atau biasa dikenal dengan Surakarta ini merupakan salah satu daerah di Indonesia yang dikenal dengan Batiknya. Selain Batik, kota Solo juga punya keberagaman budaya yang sangat indah. Tidak heran di sepanjang perjalanan, saya bisa melihat banyak bangunan tempat ibadah; mulai dari Masjid Agung Surakarta yang dibangun sejak tahun 1763, Vihara Am Po Kian, hingga Gereja Petrus di Jl. Slamet Riyadi.
Soal kulinernya, jangan ditanya! Kali ini saya akan membawa teman-teman kepada pengalaman kuliner saya selama di Solo beberapa waktu lalu. Beberapa dari catatan kuliner saya kali ini juga didapat dari Pasar Gede. Pokoknya, rasanya bikin ketagihan dan ingin mampir ke sana lagi
1. Sarapan di Warung Makan Batang Hari
Sengaja tidak sarapan di hotel, pagi pagi kami ke Warung Makan Batang Hari, di sini kami mencicipi masakan rumahan yang diracik langsung oleh sang empunya. Melihat namanya, sepertinya pemilik adalah orang Jambi, tetapi masakannya masakan Jawa.
Warungnya tidak terlalu besar, dan pengunjung rupanya senang duduk santai berlama-lama menikmati sarapan dan berbincang.
Tampaknya, semua makanan yang disiapkan, memikat mata. Kami pesan garang asam, soto kuning, koyor, kari daging, dan rawon. Wih, banyak ya untuk icip sarapan. Mau deh mampir kesini lagi! Apalagi pesan garang asamnya.
2. Serabi solo
Tidak lengkap rasanya kalau pergi ke Solo tanpa memakan serabi solo. Oh iya, apakah teman-teman tahu kalau ada yang menyebutnya serabi dan ada pula yang menyebutnya dengan srabi? Ternyata dua-duanya benar. Namun di Solo memang lebih banyak yang menyebutnya srabi.
Makanan yang dibuat dari tepung beras dan santan ini memang jadi lebih sedap karena dimasak di atas wadah tanah liat. Aroma bakaran dari arang juga membuat serabi jadi lebih wangi.
Saya mencoba serabi solo ini di tempat asli serabi Notosuman dibuat, yaitu di jalan Mohammad Yamin. Konon serabi ini sudah ada sejak dahulu kala yaitu tahun 1920-an.
Gigitan pertama sudah membuat saya ketagiha! Rasa santan dan manisnya memanjakan lidah saya. Selain rasa original, ada serabi cokelat juga yang dijual. Saya tetap jatuh cinta dengan yang original.
Kudapan berbahan dasar tepung beras dan santan ini jika sudah matang di gulung dengan daun pisang dan baru dimasukkan ke dalam box. Nikmat sekali disantap saat hangat.
3. Ayam Goreng di Pasar Gede
Rasanya perjalanan terasa kurang kalau saya tidak mampir ke pasar tradisional. Salah satu tempat yang juga wajib dikunjungi di Solo adalah Pasar Gedhé Hardjonegoro atau yang biasa dikenal dengan Pasar Gede Solo. Pasalnya ini bukan hanya sekadar pasar melainkan menjadi salah satu rekam jejak sejarah kota Solo.
Berada di Jalan Jendral Sudirman menuju Jalan Urip Sumohardjo kota Solo, Pasar Gede berdiri menjadi ruang interaksi sosial sekaligus “monumen sejarah” Surakarta. Pasar Gede mulai dibangun pada tahun 1927 dan selesai pada 1930. Pasar yang dirancang arsitek Belanda bernama Thomas Karsten ini terdiri dari dua bangunan yang dipisahkan oleh jalan.
Pasar tertua di Solo ini punya arsitektur yang unik karena menyerupai benteng dengan pintu masuk utama berbentuk singgasana berukuran besar dan atap yang lebar.
Di sekeliling pintu masuk pasar banyak ditulis kata-kata nasihat dalam bahasa Jawa. Bagi yang tidak mengerti bahasa jawa, harus tanya translator. Saya pribadi sangat senang membacanya; memberikan semangat kepada para penjual untuk selalu jujur, menjaga kebersihan, selalu rukun dan nasihat lainnya. Menarik sekali desainnya!
Kami pun mampir ke Pasar Gede dan saya mencoba ayam goreng yang dijajakan di dalam pasar. Posisinya, dekat dengan dawet telasih Dermi. Ayam kampung yang dijual bisa langsung digoreng di tempat atau bisa dalam keadaan setengah matang. Dibungkus dengan daun pisang, siap untuk dibawa ke Jakarta.
4. Dawet Telasih Bu Dermi
Bila berbincang soal Pasar Gede, pasti banyak orang yang menyebut Dawet Telasih ibu Dermi. Es dawet langganan Jokowi ini memang sudah sangat terkenal di Solo. Penjualnya bernama Bu Utit dan ia sudah berjualan es dawet selama 15 tahun.
Resep es dawet Bu Dermi sudah teruuji selama tiga generasi turun temurun. Di semangkuk es dawet, saya bisa menemukan ketan hitam, tape ketan, jenang sumsum, biji telasih, gula, dan santan. Lebih segar lagi dengan tambahan es batu di atasnya. Jika ke Solo, mau lagi menikmati es dawet ini!
Es dawet khas Solo ini memang berbeda dengan es dawet di Butuh, Purworejo, Jawa Tengah. Bila yang dijual di Butuh, Purworejo berwarna hitam, maka di Solo berwarna hijau. Selain itu perbedaan lainnya terlihat dari penggunaan gula jawa. Es Dawet Telasih tidak menggunakan gula jawa seperti dawet yang dijual di Butuh.
5. Wedangan Pendopo
Jelang malam, saya dan rekan mampir ke Wedangan Pendopo. Wedangan bisa disebut juga sebagai warung angkringan. Alamat angkringan ini di jl. Srigading I no: 7, Turisari. Banyak sate-satean selerti sate kikil, sate usus , sate kerang dan lauk yang menggiurkan, ada tempe, bakwan, aneka jeroan. Rasanya, agak takut kalap!
Di hadapan saya saat itu ada sate kerang, aneka gorengan sate kulit, sate daging, sate bakso, telur asin, dan lainnya. Di wedangan ini saya mencoba nasi teri dengan lauk aneka sate yang dibakar. Minuman yang ditawarkan juga sangat tradisional seperti kunyit asam, wedang uwuh, dan jahe. Pokoknya cukup untuk makan malam hari itu.
6. Ayam goreng Dian Rahma
Berlokasi di kabupaten Karanganyar, warung makan Dian Rahma patut di sambangi untuk menikmati makan siang. Jika teman-teman melakukan perjalanan ke Tawangmangu, pastilah melewati warung makan ini.
Ayam goreng dan ayam bakarnya gurih. Mereka juga menggunakan daging ayam kampong yang empuk dengan cara membakar di dalam kuali. Yang menjadikan sajian di warung ini khas adalah gudangan atay urap sebagai pelengkap nasi dan sambal terasi.
Sayangnya, karena terlalu sibuk makan siang menggunakan tangan, saya sampai tidak sempat foto ayam nan istimewa ini.
Begitulah catatan kuliner saya selama di Solo kali ini. Semoga di kesempatan lain saya bisa mencicipi berbagai makanan seru lainnya.