DI tengah kesibukan menjalani berbagai kegiatan, Santhi Serad selalu menyempatkan diri memasak. Ditemui Tribun Jateng di Jakarta, pekan lalu, Santhi mengatakan, ia hampir selalu memasak untuk sarapan.

Meskipun pernah mengenyam pendidikan di luar negeri, Santhi lebih sering memasak makanan tradisional Indonesia. Kebetulan juga, sang suami, Wisnu Wardhana, menyukai masakan tradisional. Presiden Direktur PT Ilthabi Sentral Herbal itu selalu mengingat wejangan sang ayah, ‘setinggi apapun pendidikan yang dicapai, sebagai seorang wanita jangan pernah malu masuk kedapur’.

“Masuk ke dapur adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya,” ucap lulusan jurusan Peternakan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.

Saat menempuh pendidikan di program Master of Science in Food Technology di Curtin University of Technology, Perth-Western, Australia, Santhi juga sering memasak. Terlebih, dia menjadikan tempe berbahan dasar kedelai dan lupin sebagai bahan penelitian. Usai meneliti tempe di laboratorium, biasanya ia akan memasak makanan khas Indonesia.

Bagi Santi, tempe goreng, nasi panas dan kecap dibubuhi rawit serta tomat sangat nikmat. “Dan Indonesia sekali. Rasanya seperti di tanah air,” katanya sambil tertawa.

Kecintaan pada memasak, membuat dia banyak bereksperimen. Hari Sabtu dan Minggu menjadi waktu dia menjajal mengolah bahan dari tanaman herbal. Satu di antara masakan hasil uji coba itu adalah bubur dan urap dari daun pegagan atau gotu kola.

Di Amerika dan India, daun ini disebut brain food atau makanan untuk otak yang biasanya dikonsumsi dalam bentuk obat herbal atau olahan kuliner. “Dan ternyata, setelah menjadi bubur rasanya enak. Di Vietnam, tanaman pegagan dibikin minuman yang menggunakan kacang hijau sebagai campuran,” terangnya.

Eksperimen lain yang pernah dilakukan adalah memasak cream soup berbahan daun pohpohan. Umumnya, dedaunan jenis ini hanya dijadikan lalap.

“Saya tidak menyangka kalau daun pohpohan bisa dimasak. Dari beberapa komentar, cream soup tersebut enak. Sup dari daun kenikir juga enak,” imbuh wanita yang juga menjabat wakil sekretaris Persatuan Insinyur Indonesia (PPI) ini.

Uji coba masakan herbal yang semua bahannya didapatkan Santhi dari kebun miliknya, akan terus berlanjut. Shanti yang juga pemilik kebun Bumi Herbal Dago ini berencana membuat tumis daun sambungnyawa.

Namun tak semua eksperimen menghasilkan masakan enak. Santhi mengaku gagal saat mencoba mengolah daun jatibelanda menjadi makanan. Inspirasi memasak daun itu muncul setelah mengetahui daun jatibelanda menjadi komponen utama obat pelangsing. Dia tergugah menyajikan bahan pelangsing ini dalam bentuk makanan.

“Tapi ternyata gagal. Ketika dimasak berlendir dan serat daunnya juga terlalu kasar,” tuturnya.

Namun Santhi menyimpan keyakinan, pada dasarnya semua jenis dedaunan, terutama herbal, bisa dimasak jadi makanan. Sarat utamanya, daun tersebut tidak memiliki rasa yang terlalu pahit dan berserat halus.

Dalam perbincangan dengan Tribun Jateng, Santhi menyebut nama daun kirinyoh. Menurutnya, daun jenis ini sulit dijadikan bahan makanan lantaran rasanya yang terlalu pahit. Rasa pahit daun yang bermanfaat meningkatkan stamina ini sebanding brotowali.

“Suatu saat, saya ingin punya warung yang khusus menjual makanan herbal,” ucap putri pasangan Suwarno M Serad dan Hertuti ini.

Kebiasaan memasak yang dimiliki Santhi, juga ditularkan kepada teman-temannya. Kepada mereka, Shanti selalu mengatakan, makanan sehat adalah yang dimasak oleh yang mengonsumsi.

Selain memasak, wanita berambut lurus ini juga sangat menikmati belanja di pasar tradisional. Sewaktu masih anak-anak, Santhi mengaku sering diajak sang ibu berbelanja ke pasar tradisional. Menurutnya, ada hal yang tidak ditemukan di super market. Yakni, tidak ada sekat yang membuat interaksi antar personal terjadi dalam wujud tawar menawar.

“Saya bisa berjam-jam ketika berada di pasar tradisional,” sambung bungsu tiga bersaudara ini. (Tribun Jateng cetak/gap)

Sumber: http://jateng.tribunnews.com/2014/01/27/santi-berhasil-mengolah-pegagan-menjadi-cream-soup

Share