Di hari ke tiga saya dan Tim JKN Kompas di Kutai Barat, jadwal kami masih bisa dikatakan cukup padat. Pagi ini cuaca tidak begitu cerah, mendung menggantung sejak pagi.
Setelah sarapan di penginapan, saya dan Tim JKN mengawali kegiatan saya dengan blusukan ke Pasar Tradisional Olah Bebaya Melak. Hujan rintik rintik menyambut kami. Kami bergegas menuju tempat penjualan ikan. Di pasar ini banyak sekali yang menjual aneka ragam ikan sungai. Sepengamatan saya sih, ada dua penjual yang khusus menjual ikan laut. Disini saya juga membeli kayu sompun’t, yakni kayu yang mengeluarkan aroma wangi jika dibakar. Ada juga buah kapul, buah khas dari hutan Kalimantan, sampai sayur pakis merah yang sangat pas di tumis dan dibuat sayur bening
Dari Pasar Olah Bebaya Melak kami menuju ke Pasar Jaras. Lokasi Pasar Jaras agak jauh dari pemukiman. Konon, bangunan yang ada sekarang adalah bangunan sementara karena pasar ini pernah terbakar. Uniknya, tepat di pintu masuk pasar, ada bapak Thomas Edison yang membuat dan menjual alat alat pendukung masak, seperti ulegan, dan centong nasi. Beliau membuat dan memahat sendiri kayu ulin menjadi alat pendukung kuliner dengan hanya beralaskan terpal biru. Gak tahan rasanya untuk tidak membeli! Akhirnya sukses deh saya beli-belian! Pengaduk masakan, penghancur es batu, dan ulegan!
Saya pun bertemu dengan dua penjual jamu sepeda yang sedang meramu campuran jamu yang sudah disiapkan dalam botol botol plastik dan mengantarkan pesanan jamu yang rata rata adalah pedagang disana.
Tidak jauh dari Pak Thomas, ada yang berjualan herbal dayak, namanya Pak Rahman asal Kalimantan Tengah yang membuka lapak dengan terpal juga. Selain tanaman obat yg dibungkus kecil-kecil dalam plastik, ia juga menjual beberapa bibit tanaman obat. Yap, hutan Kalimantan memang tidak diragukan lagi kekayaan alamnya dan masih banyak yang sebenarnya belum terekspose secara manfaat tanaman untuk kesehatan. Herbal yang dijual antara lain adalah Pakis Hati, Urat Bumi, Sarang Semut, Akar Pasak Bumi, Akar Ginseng, Akar Seluang Belum, dan banyak lagi nama herbal dengan nama Dayak yang belum pernah saya dengar.
Los bagian depan pasar adalah bagian sayur mayur, makin ke dalam yang dijual adalah hasil tangkapan ikan sungai. Ada juga loh los ikan yang sudah diawetkan. Ikan yang bisa kita temukan di pasar itu adalah ikan Pari sungai, dan aneka ikan lais.Hal yang menarik, ada ikansepat banjar yang sudah diawetkan, di tata rapi seperti helaian kertas..
Puas blusukan dalam pasar, kami menuju Taman Budaya Sendawar. Pagi tadi dilaksanakan apel dalam rangka memperingati ulang tahun ke-14 kabupaten Kutai Barat. Di akhir acara ada tari-tarian massal yang mewakili 6 etnis dayak di Kutai barat yaitu Benuaq, Tunjung, Melayu, Kenyah, Oheng, dan Bahau.
Meriahnya melihat mereka menari sambil diiringi suara merdu dari alat musik tradisional suku Dayak, Sampeq. Pada kesempatan ini, saya sempat mewawancarai Bapak Thomas mengenai visi Kutai Barat, kekayaan alamnya juga kulinernya.
Usai upacara, kami bergerak menuju Danau Acco, danau yang berada di atas bukit, daerah linggang Melapeh. Perjalanan menuju danau ini, mulus dan masih ada beberapa ruas jalan dalm proses pengerasan jalan. Menurut saya, jalanan menuju danau ini sudah bagus, mempermudah wisatawan yang hendak berkunjung.
Pemandangan danau ini, jangan ditanya! Pokoknya sangat indah, sunyi, dan sejauh mata memandang hanya pepohonan rimbun yang terefleksi di dalam air. Danau ini kabarnya juga digunakan untuk membudidayakn ikan nila dan ikan mas. Rasanya betah sekali duduk menikmati keindahan danau ini. Akan sayang sekali jika keindahan danau tidak diabadikan dati berrbagai sudut.
Setelah selesai memanjakan mata, kami kembali ke daerah kota, daerah Barongtongkok tempat sastrawan Korrie Layun Rampan. Memasuki kediamannya yang sangat sederhana, kami disambut ramah oleh beliau. Beliau banyak berkisah mengenai asal usul Banjar dan Kutai, saat beliau masih menjadi anggota dewan, kuliner tradisional Kutai Barat, sampai hasil tulisan tulisan beliau yang sudah diterbitkan.
Saat ini beliau sedang menyusun kamus 5 bahasa, salah satu yang sedang digarap adalah kamus Inggris-Indonesia-Dayak dalam 3 bahasa.
Hari yang padat dan menyenangkan, teringat sebait puisi terpasang di dinding rumah bapak Korrie ,
“Kami terbelenggu dalam pusaran kabut
Mencari matahari
Tersesat dalam cinta yang kusut
Mencoba membuka dinding pagi”