Santhi Serad tampak anggun berkain batik dengan selop tinggi warna emas. Namun, ia merasa lebih jadi diri sendiri saat memakai sepatu ”boot”. Santhi yang eksekutif top itu suka kedapatan sedang asyik berkebun.

Dunia menawarkan begitu banyak hal menarik bagi Santhi, dan ia menyambutnya dengan energi melimpah. Suka berkebun dan mencintai tanaman herbal, Santhi
mengembangkan tujuh hektar kebun di Bandung utara. Lebih dari 300 jenis tanaman diteliti di sana dan dikembangkan menjadi obat, pangan fungsional, kosmetika, dan pewarna. Usaha tersebut berada di bawah bendera PT Ilthabi Sentra Herbal, tempat ia bermitra dengan Ilham Habibie. Kebun koleksi itu juga menjadi wahana wisata edukatif.

Di luar kesibukan memimpin perusahaan dan mengelola kebun, Santhi juga berprofesi sebagai auditor eksternal untuk sertifikasi kesehatan proses pengolahan makanan di pabrik, hotel, atau restoran. Kesibukan bekerja tak menghalangi dirinya aktif di beragam organisasi, mulai Dewan Rempah Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, hingga kepengurusan pusat Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia. Bersama kakaknya, Miranti, Santhi juga ikut membina sekitar 50 perajin batik di Kudus.

Sejumlah kegiatan membuat dia kerap melanglang ke penjuru negeri. Apa pun yang dilihat dia abadikan dengan jepretan kamera. Itu hobi dia yang lain lagi. Dari hobi memotret ini, dia dan beberapa teman menyusun buku tentang keelokan wajah dan budaya Indonesia. ”Kami mulai dari seri anak Indonesia,” tuturnya.

Hadiah teh
Ketika kedua orangtuanya, Suwarno M Serad dan Hertuti, merayakan ulang tahun ke-43 pernikahan, tahun lalu, Santhi menghadiahkan kado berupa buku berjudul Teh dan Teh Herbal: Sebuah Warisan Budaya. Buku karyanya sendiri itu dikemas apik dengan foto aneka herbal dari bunga dan daun hingga jadi seduhan di poci cantik.

Tentu fotonya pun hasil bidikan kamera Santhi. Kedalaman pengetahuan tentang minuman herbal yang dia tuangkan di buku itu memang datang dari cinta dan tradisi keluarga. Santhi tumbuh dengan acara minum teh pagi sambil berkumpul di meja makan untuk sarapan. Lalu, minum teh lagi di sore hari -sambil menikmati jajanan- dan menyambut sang ayah pulang kerja.

Lewat secangkir teh dan aneka minuman herbal lain, sang ibu mengenalkan Santhi pada alam dan tanaman di lingkungan sekitar. Kedekatan pada alam ini diperkuat pula oleh ayahnya yang menjadikan acara jalan-jalan ke sawah dan kebun sebagai agenda wajib di akhir pekan.

Santhi sempat melewatkan masa kecil di Bandung. Dari sana, dia menyimpan ingatan yang membuat dia bercita-cita menjadi insinyur. Ketika itu, laboratorium tempat ayahnya bekerja sebagai dosen ilmu kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB) dia rasakan amat keren. ”Kami sering menjemput ayah di laboratorium ITB. Saya selalu ingat aroma kimia di laboratorium itu.”

Keluarganya kemudian pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Di kota itu, Santhi menamatkan pendidikan dasar hingga meraih gelar insinyur dari Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Itulah langkah awalnya menuju profesi sebagai ilmuwan teknologi pangan.

Memulai dari studi nutrisi pakan ternak merupakan kompromi karena dia memang pencinta binatang. ”Di rumah, program TV yang paling sering saya tonton ya Animal Planet.”

Santhi melanjutkan studi teknologi pangan ke Universitas Curtin di Perth, Australia. ”Karena latar studi sebelumnya pakan ternak, saya mesti mengulang diploma ilmu pangan baru ambil master.”

Di Perth, ia mempelajari proses pengolahan makanan yang sehat dari bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, hingga pengemasan. Tamat dari Perth, Santhi bekerja menangani penelitian dan pengembangan Yupi, permen kenyal pertama yang diproduksi di Indonesia. Ketika itu, sekitar 80 persen produk Yupi diekspor, terutama ke Jepang dan Amerika Serikat.

Ia bertugas meramu rasa, bentuk, warna, dan kekenyalan permen anak-anak itu. ”Permen bentuk pizza, misalnya, banyak topping-nya, masing-masing topping itu rasanya beda, lho.”

Bekerja sebagai manajer kontrol kualitas di pabrik dengan 3.000 karyawan tentu pengalaman berharga bagi Santhi. Namun, ketertarikan sekaligus keprihatinan terhadap keanekaragaman hayati, termasuk tanaman obat, membuat dia pindah haluan membangun PT Ilthabi Sentra Herbal. Dia geregetan karena terlalu banyak warisan kekayaan alam dan budaya yang terabaikan di negeri ini.

Ia bisa membaca tulisan tangan
Ada kemampuan lain Santhi, yaitu membaca tulisan tangan. Tak sedikit kawan memperlakukan Santhi seperti peramal. ”Mereka minta saya membaca tulisan tangan terus tanya, misalnya, bidang apa yang cocok mereka kerjakan,” katanya.

Tidak main-main. Santhi mengantongi sertifikat sebagai analis tulisan tangan sejak 2006. Ilmu analisis tulisan tangan lebih banyak digunakan Santhi dalam pengelolaan sumber daya manusia, bidang yang juga dia geluti. Namun, analisis tulisan tangan dapat juga dimanfaatkan lebih luas. ”Anak yang bermasalah, misalnya, bisa ketahuan dari tulisan tangan. Karakternya juga bisa diubah dengan terapi menulis.”

Lewat pembacaan tulisan tangan, bisa terbaca juga problem rasa kurang percaya diri, bahkan juga problem libido.

Tak heran, banyak teman ”menodong” Santhi jadi ”peramal”. Namun, ada juga yang menyembunyikan tulisan tangannya dari Santhi. ”Saya masih penasaran, tuh, baca tulisan tangan narapidana di penjara.”

Meski penampilan dan cara bertuturnya kalem, Santhi tak betah diam. Di tengah berbagai kesibukan, ia masih ”iseng” membuat kartu-kartu ucapan sendiri, bahkan juga membuat sendiri sabun dan masker untuk perawatan tubuh dan kulitnya. ”Buat perawatan, saya enggak pernah ke salon, lho.”

Santhi juga penikmat kuliner. Ia bersama William Wongso dan Bondan Winarno sedang merintis Gerakan Aku Cinta Masakan Indonesia. ”Kami mau menghidupkan lagi masakan Indonesia yang sudah jarang ditemukan. Ada banyak agenda, nih!”

by: Nur Hidayati – Kompas.com

sumber

Share