Masuk ke dalam Lorong Tsunami, membuat perasaan saya tercekam. Penerangan di dalam sangat redup. Dengan diiringi lantunan  ayat ayat suci Al Quran, peraasaan saya berdebar debar, miris, sedih berjalan bergandengan tangan dengan Ibu saya menyusuri lorong tsunami. Dinding hitam di kanan kiri  yang menjulang tinggi, dipenuhi air mengalir dan membuat efek hujan rintik rintik menambah suasana hati menjadi tidak menentu. Rasa penasaranpun juga muncul, ingin tahu seperti apa di dalam museum Tsunami. Lorong gelap ini memang di disain agar pengunjung dapat merasakan efek bencana tsunami yang dahsyat sehingga merenggut nyawa sebanyak lebih dari 200.000 jiwa.Lorong Tsunami merupakan pintu masuk setelah kami melewati lobby museum.

Di akhir lorong, kami menuju Memoriam Hall yang berisi beberapa standing monitor, berisikan informasi dan gambar-gambar yang merekamkejadian di berbagai daerah di Aceh. Informasi disajikan dalam bentuk photo slide.

 

 

Masuk lebih dalam lagi, kami dituntun ke dalam ruangan melingkar yang dindingnya di penuhi tulisan nama nama korban tsunami yang berhasil diidentifikasi. Ruangan ini disebut dengan sumur doa atau Chamber of Blessing. Begitu banyak nama nama yang terpasang pada seluruh sisi dinding dengan penerangan yang redup. Rangkaian Nama-nama ini membuat saya otomatis mendongakkan kepala ke atas, karena ruangan melingkar ini menjulang tinggi membentuk tiang cerobong atau sumur. Bagian atas cerobong yang cukup tinggi, ada sinar terang menerangi tulisan arab berlafalkan Allah. Light of God. Sungguh mengingatkan hubungan manusia dengan Allah sang pencipta.

"Chamber of Blessing"

Keluar dari ruangan, kami melintasi jalanan yang melingkar. Lorong ini mencerminkan alur ombak yang meliuk liuk. Lorong  melingkar ini disebut dengan Lorong Bingung. Disebut demikian untuk menggambarkan bahwa masyarakat Aceh pada saat itu sangat kebingungan dan galau menghadapi bencana tsunami dan mencari sanak saudara yang hilang. Semua bagian bangunan di dalam museum ini sarat dengan symbol dan makna. Disain museum ini juga sarat dengan konten lokal. Tarian saman sebagai cerminan Hablumminannas (konsep hubungan antar manusia dalam Islam), melambangkan kekompakan dan kerjasama antara manusia  tertuang dalam relief yang membungkus bangunan eksterior museum.

Setelah melewati lorong lorong gelap, di depan kami mulai terlihat cahaya terang dan terbentang jembatan panjang, Jembatan Perdamaian. Bagian atas jembatan terdapat bendera bendera berbagai Negara yang memberikan bantuan kepada Aceh. Setiap bendera menuliskan kata “Damai” dengan bahasa negara nya masing-masing, seperti Paz, Peace, Fred, Vrede, Pace, Paix. Sangat Indah.  Jembatan perdamaian menuntun kami ke lantai 2.

Jembatan Perdamaian

 

Di lantai 2 terdapat miniatur bangunan musem, lobby, dan beberapa set kursi. Pada bagian kanan lobby, terdapat ruang audiovisual yang memutarkan film peristiwa gempa tsunami Aceh. Sayang, kami tidak sempat masuk ke dalamnya. Disebelah ruangan ini terdapat ruangan yang berisi rekam jejak kejadian Tsunami 2004. Banyak terdapat foto-foto yang menggambarkan daerah di Aceh pasca tsunami dan pada saat kejadian tsunami.

Gambar cetakan langkah kaki pada lantai membawa pengunjung ke lantai paling atas. Di lantai atas berisi media-media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang peraga, ruang 4D (empat dimensi), dan toko suvenir. Di lantai ini, informasi yang kami dapatkan adalah kita dapat merasakan gempa dengan berbagai tingkat kekuatan di ruangan simulasi gempa atau shaking table.

Kami sangat menikmati suasana dan ‘suguhan’ selama berada di dalam museum tsunami. Siapapun yang datang ke Aceh, harus mengunjungi museum ini. Museum ini dibangun agar berfungsi sebagai:

1. Objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami.

2. Simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.

3. Warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya pernah terjadi tsunami.

4. Upaya mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah Indonesia. Indonesia terletak di Ring of Fire atau “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan jalur yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa bumi yang dapat memicu tsunami.

Desain megah “Rumoh Aceh” as Escape Hill merupakan karya M Ridwan Kamil yang memenangkan sayembara lomba desain Museum Tsunami Aceh. Desain ini mengalahkan 68 desain yang memenuhi seluruh persyaratan yang sudah ditetapkan panitia dari total 153 karya. Bangunan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 merupakan area terbuka dengan kolam luas di dalamnya. Interior nya unik, di sepanjang sisi kolam terdapat batu putih berbentuk bola yang dapat berfungsi sebagai tempat duduk. Di setiap bola batu tertulis nama negara-negara yang membantu kota ini saat dilanda tsunami 26 desember 2004 berkekuatan 8.9 SR.

“Rumoh Aceh” as Escape Hills  merupakan konsep dari rumah panggung, rumah tradisional Aceh.  Bagian atas (dilihat dari maket) berbukit diselimuti rumput hijau seperti taman difungsikan sebagai tempat berlindung, antisipasi  jika terjadi bencana  banjir dan tsunami. Jadi konsep keseluruhan menggabungkan konsep bukit untuk menyelamatkan diri, analogi amukan gelombang tsunami, tari tradisional saman, cahaya ALLAH serta taman terbuka sebagai konsep masyarakat urban.

Letak Museum Tsunami Aceh yaitu berada di kota Banda Aceh , kira-kira 1 km dari Masjid Raya Banda Aceh. Sebelum museum dibangun, dulunya adalah kantor Dinas Peternakan Aceh. Museum ini bersebelahan dengan Kerkhoff Peutjut, di jalan Sultan Iskandarmuda dan berhadapan dengan lapangan Blang Padang.

Jalan-jalan ke Aceh, jangan lupa kunjungi Museum Tsunami. Ingat ya, jangan hari Jumat, karena pada hari itu Museum tutup.

*Informasi dari berbagai sumber*

Share